CIREBON- Perkembangan teknologi informasi tidak selalu membawa dampak positif. Di lain sisi, tren digitalisasi juga menghadirkan dampak yang buruk dan merugikan. Salah satunya adalah maraknya korban yang terjerat investasi bodong dan pinjaman online (pinjol) ilegal.
Demikian disampaikan Ketua Pimpinan Cabang (PC) Fatayat NU Kabupaten Cirebon, Roziqoh Sukardi, saat membuka Seminar Ekonomi: Waspada Investasi Bodong, Pinjol, dan Sosialisasi Peluang Kredit Usaha Rakyat (KUR), di Aula Al-Ghadier, Pondok Pesantren KHAS Kempek Cirebon, Rabu, 24 Januari 2024.
“Kita jangan sampai terjebak pinjol ilegal atau investasi bodong. Oleh karena itu, seminar ini diadakan agar masyarakat, terutama ibu-ibu mendapatkan literasi keuangan yang baik,” katanya.
Roziqoh mengatakan, maraknya masyarakat yang terjerat pinjol ilegal saat ini adalanya karena tergoda oleh tawaran pinjaman yang sangat menggiurkan.
“Bahkan tawaran itu bisa sampe sebesar Rp50 juta. Syaratnya, cuma butuh nomor ponsel,” kata Roziqoh.
Padahal, lanjut dia, pinjaman tersebut akan membawa banyak kerugian di kemudian hari. Dari mulai bunga yang membengkak hingga sistem penagihan yang tidak manusiawi.
“Oleh karena itu, jangan sampai tergiur pinjaman yang terkesan mudah, tetapi tidak legal,” katanya.
Sementara itu, Ketua PCNU Kabupaten Cirebon, KH Aziz Hakim Syaerozie berpesan, salah satu penyebab banyaknya masyarakat yang terjebak pinjol ilegal adalah susahnya akses pinjaman yang disediakan perbankan.
“Banyak juga masyarakat yang melapor bahwa mereka ditolak saat mencoba mengakses KUR. Lalu, mereka kembali ke pinjol ilegal atau rentenir yang aksesnya dinilai lebih mudah meskipun dengan bunga yang begitu besar,” kata Kiai Aziz.
Oleh karena itu, Kiai Aziz meminta agar pihak bank memberikan kemudahan akses permodalan bagi para ibu yang ingin mengembangkan usahanya.
“Kami ingin agar pihak perbankan dalam mengucurkan KUR bisa lebih dipermudah,” katanya.
Sementara itu, Ketua Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Cirebon, Fredly Nasution menyebutkan sejumlah cara untuk membedakan aplikasi pinjol yang terdaftar dan ilegal.
“Pertama, cek di wesbsite OJK. Saat ini ada 101 aplikasi yang terdaftar sebagai pinjol legal dan resmi. Kalau tidak ada dalam daftar, berarti ilegal,” katanya.
Kedua, lanjut Fredly, perhatikan permintaan akses ponsel saat mengajukan pinjaman. Aplikasi yang meminta akses peminjam hingga ke daftar kontak dan galeri bisa dipastikan ilegal.
“Kalau yang resmi, itu hanya meminta akses dengan istilah camilan, yakni camera, lokasi, dan mikrofon,” ungkap dia.
“Ketiga, bunga yang besar dan di luar nalar. Banyak pinjol yang menawarkan pinjaman dengan mudah, tetapi bunganya bisa dua kali lipat dalam tempo 10 hari. Hati-hati,” katanya.
Sedangkan perwakilan dari Bank Rakyat Indonesia (BRI) Cirebon, Surahman Firdaus menjabarkan bahwa pihaknya menyediakan akses permodalan dalam bentuk KUR yang terdiri dari beberapa kategori.
“Pertama, KUR supermikro, maksimal pengajuan Rp10 juta yang diproses di BRI Unit. Sudah ada di seluruh kecamatan dan bisa mengajukan sesuai wilayah kerjanya. Bunganya hanya tiga persen per tahun,” katanya.
Kedua, lanjut dia, KUR Mikro untuk pinjaman di atas Rp10 juta hingga Rp100 juta.
“Ketiga, KUR kecil. Kalau yang ini bisa diproses di KCP. Program ini untuk pinjaman di atas Rp100 juta hingfa Rp500 juta,” katanya.
Meskipun begitu, dia menjelaskan bahwa KUR bisa diakses dengan syarat. Yakni, memiliki usaha yang telah berjalan minimal 6 bulan atau telah menghasilkan laba. Serta bersih dari catatan SLIK atau BI Checking.
“Kalau pernah ada problem dalam pembayaran kredit, kalau telatnya sampai tiga bulan, mungkin masih bisa kami pikirkan. Tapi, kalau lebih dari itu, agak susah,” katanya.
“Satu lagi syaratnya, ini pinjaman produktif, bukan konsumtif,” tambahnya.
Seminar ini dihadiri oleh 300 kader Fatayat sekaligus pelaku UMKM di Kabupaten Cirebon.
“Kami awalnya hanya mengundang 200 peserta, tetapi karena antusias mereka, akhirnya bertambah 100 orang menjadi 300 peserta. Rata-rata peserta para ibu yang menjadi pembantu keuangan dan ekonomi keluarga,” kata Ketua Pelaksana, Najhah Barnamij.
“Kami juga terdiri dari ibu-ibu pelaku UMKM. Kita ini pejuang kemakmuran dan pejuang ekonomi bangsa,” sambung dia.