CIREBON – Jelang pemilu serentak 14 Februari 2024, Bawaslu Kota Cirebon menggelar kegiatan Rapat Koordinasi Perisapan Pengawasan Pemungutan dan Hasil Perhitungan Suara.
Acara yang digelar di Grage Hotel itu dihadiri oleh seluruh Panwascam beserta staf yang menangani bidang pencegahan dan pengawasan di Kota Cirebon beberapa waktu lalu.
Menurut Nurul Fajri, Kordinator Divisi Hukum, Pencegahan, Partisipasi, Masyarakat dan Hubungan Masyarakat Bawaslu Kota Cirebon, kegiatan ini bertujuan untuk penguatan antisipasi dan persiapan hari pemungutan suara.
“Kita harus bisa mengidentifikasi berbagai persoalan dan potensi-potensi yang mungkin terjadi dari mulai hari tenang hingga berlangsungnya pencoblosan dan penghitungan suara”, tandas Fajri.
Dalam kesempatan itu, Fathan Mubarak selaku koordinator Jaringan Pendidikan Pemilih untuk Rakyat (JPPR) Cirebon hadir sebagai narasumber. Fathan menyebutkan bahwa agenda-agenda penguatan demokrasi di Indonesia, sedikit banyak bergantung pada kecakapan penyelenggara pemilu.
“Bawaslu adalah cerminan demokrasi kita. Bawaslu bobrok, demokrasi kita bobrok. Jika Bawaslu cakap dan berintegritas, maka kita optimis akan menyambut iklim demokrasi yang lebih baik lagi.”
Fathan kemudian mengeksplorasi titik-titik kerawanan yang akan terjadi saat hari pencoblosan 14 Februari nanti. Menurut Fathan, yang akan jadi ujung tombak Bawaslu di hari pemungutan suara adalah Pengawas TPS. Karenanya, Fathan memberikan sejumlah kualifikasi bagi PTPS.
“PTPS harus paham regulasi dan berani bersikap sesuai aturan yang berlaku. Sekali PTPS mlempem, merujuk pada sejarah pemilu, itu akan berpotensi merusak kondusifitas”.
Fathan memberikan sejumlah catatan teknis yang patut dicermati. Di antaranya adalah memastikan jumlah surat suara yang akan diterima Daftar Pemilih Tambahan (DPTB). Sebab zona kepindahan menentukan hak suara yang bersangkutan.
“PTPS harus mampu mengidentifikasi orang-orang yang ada di TPS. Jika saksi peserta pemilu, pastikan ia membawa surat mandat dari DPC partai politik terkait dan disesuaikan dengan identitas pribadi. PTPS juga harus paham mana surat suara yang sah dan tidak sah. Adapun untuk sisa surat suara setelah dicocokkan dengan jumlah partisipasi, maka sisa surat suara harus disilang agar tidak disalahgunakan.”
Di akhir acara, Fathan juga membahas Surat Edaran Bawaslu RI Nomor 4 tahun 2024 tentang identifikasi potensi kerawanan TPS. Di sana ada rumusan 7 variable dan 22 indikator.
Salah satu yang diheadline Fathan adalah soal kerawanan pada zona kentara relasi kuasa seperti asrama, boarding school, atau pesantren.
“Ini menarik. Sebab pemilik lingkungan sangat berpotensi melakukan mobilisasi suara untuk memenangkan kontestan tertentu”, pungkas Fathan.