CIREBON- Salah satu tema yang dibahas Komisi C dalam Bahtsul Masail (BM) Akbar se-Jawa Madura, di Pondok Pesantren (Ponpes) Gedongan, Kecamatan Pangenan, Kabupaten Cirebon, belum lama ini, soal sedekah politik.
Dari hasil kajian dalam BM Akbar yang dihadiri ratusan peserta dari berbagai daerah itu, mengenai sedekah politik para calon pemimpin atau pun calon legislatif kepada masyarakat yang mempunyai hak pilih, dihukumi haram.
Dalam penyampaian hasil BM Akbar tersebut, KH Nanang Umar Faruq menjelaskan, terkait tema sedekah politik, membahas pertanyaan soal bagaimana hukum pemberian calon atas nama shadaqoh atau sedekah?
“Jawabannya, pemberian sebagaimana dalam deskripsi kepada masyarakat yang memiliki hak pilih adalah haram dan tergolong risywah atau fi hukmi ar risywah,” katanya.
Karena, lanjut dia, pada hakikatnya pemberian tersebut dilatarbelakangi tuntutan untuk memilih salah satu calon yang tidak akan diberikan kecuali kepada orang yang punya hak memilih. “Sedangkan dalih ‘sedekah’ yang dipakai oleh para calon tidak memberi pengaruh apapun terhadap keharamannya,” kata Kiai Nanang.
Dalam hal ini, hasil BM juga memberikan rekomendasi. Pertama, bagi Bawasalu wajib hukumnya mengawal UU Pemilu pasal 523 dengan sebenar-sebenarnya dengan memeriksa setiap calon yang ditengarai menggunakan politik uang di tengah Masyarakat sebagai pertanggungjawaban amanah yang diterima di hadapan Allah SWT.
“Kedua, bagi masyarakat hendaknya memilih calon pemimpin atau legislatif dengan bijak sesuai hati nurani dan menolak segala bentuk praktek politik uang dengan atas nama apapun,” ujar Kiai Nanang.
Selanjutnya, kata dia, pertanyaan kedua soal apakah anggapan masyarakat itu bisa dibenarkan? “Jawabannya, tidak dapat dibenarkan sebab hakikat dari sesuatu yang diharamkan tidak dapat berubah menjadi halal akibat niat baik yang menyertainya,” kata Kiai Nanang.
Ketua Panitia BM Akbar se-Jawa Madura, Kiai Khozinatul Asror menyampaikan, tema soal sedekah politik menjadi pembahasan karena saat ini telah masuk tahun politik, dimana seluruh rakyat Indonesia akan melaksanakan pesta demokrasi untuk memilih pemimpin 5 tahun ke depan. Nasib bangsa Indonesia mendatang ditentukan pada tanggal 14 Februari 2024.
Berbagai upaya, lanjutnya, terus dilakukan dari semua calon pemimpin untuk meraup suara sebanyak mungkin, sehingga bisa menjadi orang nomor satu di negeri ini atau minimal melenggang ke Senayan, mulai dari blusukan untuk mendengar aspirasi masyarakat bawah sampai program “bagi-bagi shadaqoh”.
“Timses dari masing-masing Paslon saling berlomba memberikan shadaqoh kepada masyarakat baik berupa uang tunai atau barang seperti sembako, makanan siap saji atau lainnya. Tidak diketahui secara pasti apa motif dari timses tersebut, apa pure shadaqoh atau ada tujuan lain di dalamnya,” katanya.
Kemudian, sebagian masyarakat juga tak segan mengambil “sedekah politik” dengan dalih uang ganti pekerjaan yang libur karena pemilihan umum. “Ada juga yang beralasan, ‘terima saja dulu, urusan siapa yang dipilih sih belakangan’.