1. Temuan inspektorat TA 2022–2023 tidak dikembalikan.
2. Kegiatan TA 2024 tidak dilaksanakan, berpotensi menjadi Silpa TA 2025 yang tak bermanfaat.
3. APBDes 2025 belum dirancang, menunjukkan kelumpuhan perencanaan desa.
4. Tidak ada laporan anggaran 2022/2023 yang sesuai RPJMDes.
5. Evaluasi kinerja perangkat desa diabaikan.
Tak hanya itu, GMHB juga menyoroti dugaan serius praktik jual beli jabatan, realisasi pembangunan yang sarat kepentingan, hingga rotasi jabatan yang terkesan manipulatif. Semua ini membuat pelayanan publik lumpuh dan kepercayaan rakyat runtuh.
Sejak 2024, suara rakyat Hulubanteng sudah bergema: keluhan, protes, hingga demonstrasi menuntut reformasi total di tingkat desa. Namun bila pemerintah terus bungkam dan membiarkan status quo, maka bukan hanya kredibilitas Kades yang dipertaruhkan, melainkan legitimasi seluruh aparatur pemerintahan desa dan kabupaten.
“Ini peringatan keras, bukan sekadar permintaan. Jika tidak digubris, rakyat akan bertindak lebih keras. Kami menuntut keadilan dan perubahan yang nyata,” tegas Eka.