“Bukan hanya untuk semangka, tapi juga untuk belanja bahan, alat penunjang BUMDes, laptop, sewa lahan di beberapa titik lain, dan lain-lain,” ujar Asmari.
Sementara itu, Kuwu Japura Kidul, Heriyanto, mengaku mengetahui program tersebut namun tidak mendalami detail teknis maupun anggarannya.
Ia menegaskan agar pihak BUMDes lebih transparan dalam mengelola dana desa, terutama yang menyangkut program ketahanan pangan.
“Memang ada program itu, tapi saya tidak sepenuhnya tahu soal besaran anggaran dan luas lahan. Saya hanya berharap BUMDes bisa transparan dan hasil panennya sesuai harapan warga,” ungkap Heriyanto.
Ia menambahkan, apabila hasil panen maksimal, isu yang berkembang di masyarakat bisa tertepis dengan sendirinya. Namun, jika hasilnya mengecewakan, bukan tidak mungkin kepercayaan publik terhadap pengelolaan dana desa melalui BUMDes akan semakin menurun.
Kasus di Japura Kidul ini mencerminkan persoalan yang lebih luas di Kabupaten Cirebon.
Banyak BUMDes yang belum optimal dalam mengembangkan program ketahanan pangan, meski anggaran dari pemerintah sudah tersedia.