Resolusi Jihad: Pemicu Semangat Perlawanan
Menyikapi situasi genting tersebut, Hadratussyaikh K.H. Hasyim Asy’ari, pendiri Nahdlatul Ulama (NU), sebagai tokoh ulama karismatik, mengambil tindakan tegas. Atas desakan para pemuda, beliau memanggil para konsul NU se-Jawa dan Madura untuk berkumpul di Kantor Pusat Ansor Nahdlatul Oelama (ANO) di Surabaya.
Pada 22 Oktober 1945, pertemuan bersejarah itu menghasilkan seruan yang dikenal sebagai Resolusi Jihad. Isi resolusi yang ditandatangani K.H. Hasyim Asy’ari ini antara lain:
Kewajiban setiap muslim (laki-laki dan perempuan) untuk mempertahankan kemerdekaan Indonesia.
Kewajiban berjihad (berperang) melawan penjajah menjadi fardhu ‘ain (wajib bagi setiap individu) bagi yang berada dalam radius 94 km dari tempat kedudukan musuh. Bagi yang berada di luar radius itu, hukumnya fardhu kifayah (kewajiban kolektif).
Pemerintah Republik Indonesia adalah satu-satunya pemerintahan yang sah yang wajib dibela.
Seruan inilah yang membakar semangat jihad rakyat Surabaya dan sekitarnya. Para kiai, santri, dan masyarakat berbondong-bondong mengambil senjata, siap berkorban untuk mempertahankan tanah air. Semangat “Merdeka atau Mati!” bergema di mana-mana.