Juju tidak menampik bahwa dari sisi fasilitas, sekolah swasta kerap tertinggal.
“Kami terbentur pada dana. Untuk kegiatan ekstrakurikuler seperti pramuka, paskibra, dan OSIS saja, kami harus pikirkan anggaran pembinanya. Belum lagi kebutuhan operasional harian,” katanya.
Meskipun menghadapi berbagai tantangan, pihak sekolah tetap berkomitmen untuk mempertahankan eksistensinya. Mereka membuka pintu selebar-lebarnya bagi anak-anak dari keluarga tidak mampu hingga anak yatim piatu.
“Kami fleksibel soal SPP, karena tahu mayoritas siswa kami berasal dari keluarga menengah ke bawah. Kalau pun sering telat bayar, kami maklumi,” tutur Juju.
Lebih lanjut, ia mengatakan bahwa para guru, meskipun masih berstatus honorer, tetap bersemangat dan memiliki cita-cita besar untuk memajukan sekolah.
“Kami terus ikhtiar. Kami juga mengajak anak-anak yang putus sekolah agar mau kembali sekolah. Selain itu, kami mencari bantuan anggaran, baik dari alumni, PGRI Kabupaten Cirebon, ataupun sumber lain. Karena kalau hanya mengandalkan dana BOS dan SPP, tidak akan cukup,” katanya.