Sebagai pengasuh Pondok Buntet Pesantren, salah satu pesantren tertua di Jawa Barat, K.H. Abbas dikenal karena kemampuannya memadukan spirit keagamaan dengan semangat kebangsaan. Dalam masa penjajahan, ia mendidik para santri agar tidak hanya alim dalam ilmu agama, tetapi juga memiliki rasa cinta tanah air dan tanggung jawab sosial terhadap bangsanya.
Peran besar K.H. Abbas mencapai puncaknya saat meletusnya pertempuran 10 November 1945 di Surabaya. Saat itu, ia bersama para ulama lain dari Nahdlatul Ulama (NU) dan pesantren se-Jawa-Madura merealisasikan Resolusi Jihad yang difatwakan oleh Hadratussyekh K.H. Hasyim Asy’ari di Surabaya.
Fatwa tersebut menegaskan bahwa mempertahankan kemerdekaan dari ancaman pasukan Sekutu hukumnya fardhu ‘ain bagi setiap Muslim di wilayah yang terancam.
Dalam momentum itulah, K.H. Abbas Buntet ditunjuk langsung oleh K.H. Hasyim Asy’ari sebagai Panglima Perang. Ia memimpin ribuan laskar santri dari berbagai wilayah, untuk melakukan penyerangan melawan penjajah di Surabaya.








