“Manuskrip dan batu nisan melimpah berserak; keduanya petunjuk untuk menapaki jejak, menghidupkan pengetahuan, dan menggali pesan-pesan ketuhanan. BWCF 2025 membangkitkan ingatan bahwa Cirebon, Aceh, Minangkabau, Jawa, dan negeri-negeri semenanjung pernah saling terhubung. Mari kita jaga bersama,” ujarnya.
Dalam suasana yang semakin intim, panggung kemudian dihidupkan oleh Tari Topeng Kelana yang dibawakan Tomi Uli dari Sanggar Tari Sekarpandan Kacirebonan.
Gerakannya memadukan energi dan keheningan, seakan menjadi jembatan antara rupa seni dan ruh kebudayaan yang dipertemukan malam itu.
Sesi selanjutnya menandai peluncuran buku Katalog Atribut Nisan Islam Aceh Volume III.
Hadir sebagai pembicara, I Made Dharma Suteja SS MSi, serta Dr. Ghilman Assilmi MHum, dan dimoderatori oleh Irsyad Leihitu MHum.
Diskusi mengalir dari metode dokumentasi nisan, jaringan peradaban maritim, hingga bagaimana seni batu nisan menjadi rekam jejak identitas Islam Nusantara dari masa ke masa.
Kurator BWCF, Seno Joko Suyono, menegaskan bahwa nisan-nisan Islam di Indonesia adalah pintu untuk memahami perjalanan spiritual dan budaya masyarakat.








