“Soal Rp2 juta itu, kami kurang paham. Kalau ke desa, belum ada yang masuk,” tegasnya.
Sementara itu, Suparman atau Parman, yang disebut-sebut sebagai koordinator, membantah uang Rp2 juta sebagai uang muka sewa kavling. Menurutnya, dana tersebut bersifat sukarela untuk pembangunan akses jalan menuju lahan.
“Itu bukan uang muka, Mas. Ada yang ngasih, ada juga yang belum. Itu buat rencana pembangunan jalan, karena enggak ada anggaran dari desa. Jadi murni swadaya,” ungkap Parman.
Parman juga menegaskan bahwa kelompoknya bukan panitia resmi dari desa, melainkan hanya kumpulan warga yang peduli agar tanah desa bisa lebih produktif.
“Itu bukan panitia resmi, cuma masyarakat yang peduli saja,” ujarnya.
Menurut Parman, banyak warga membutuhkan lahan untuk usaha kecil seperti beternak lele, sementara lahan pribadi di desa sudah terbatas. Sehingga, tanah desa dianggap sebagai alternatif.
Hingga kini, polemik kavling tanah desa Bendungan masih menggantung. Di satu sisi, ada warga yang berinisiatif mengelola lahan agar tidak terbengkalai.