CIREBON – Malini Angga Resta, seorang atlet karate yang namanya mulai dikenal setelah membawa pulang medali emas dari ajang bergengsi World Karate Federation (WKF) Seri A pada tahun 2022. Keberhasilannya bukan hanya kebanggaan untuk Indonesia, tetapi juga mengingatkan pada tekad dan kerja keras yang dibaliknya. Namun, di balik gemerlap prestasi itu, tersimpan kisah perjuangan yang jarang diketahui orang.
Malini, yang lahir dan besar di Cirebon, mewakili Jawa Barat di kejuaraan dunia tersebut. Namun, ironisnya, Malini tidak pernah terdaftar sebagai atlet Kabupaten Cirebon. Dia justru masuk sebagai atlet Majalengka, kota di mana ia akhirnya menjalani sebagian besar pelatihan.
“Awalnya, saya ikut karate hanya sebagai kegiatan ekstrakurikuler di sekolah. Mungkin karena saya belum punya prestasi, jadi tidak ada yang memperhatikan,” ungkap Malini ketika ditemui di rumahnya di Desa Karangsuwung, Kecamatan Karang Sembung, Kabupaten Cirebon.
Meskipun berprestasi di kancah dunia, Malini mengaku tidak pernah mendapat dukungan dari pemerintah Kabupaten Cirebon. Akhirnya, ia berlatih bersama teman-temannya di Majalengka dan terdaftar sebagai atlet di sana, bahkan sampai bertanding di Pekan Olahraga Daerah (Porda) Jawa Barat.
Seiring perjalanan karatenya, Malini terus menunjukkan hasil yang memuaskan di berbagai kejuaraan. Namun, kisah hidupnya tak selalu mulus.
Mimpi Menjadi Tentara Pupus
Tak hanya karate, Malini punya cita-cita lain: menjadi seorang tentara. Pada bulan Juli 2024, ia mencoba mendaftar, namun harus menelan kekecewaan. Harapannya menjadi prajurit kandas hanya karena tinggi badannya kurang dua sentimeter dari syarat yang ditetapkan.
“Dari tes tinggi badan, saya tidak lulus. Tinggi saya 155 sentimeter, sedangkan minimal harus 157,” ceritanya dengan nada getir.
Meski impiannya menjadi tentara tak terwujud, semangat Malini tak pernah padam. Kini, dia memilih untuk berbagi ilmu karate dengan melatih anak-anak di sekitar desanya. Dari sini, Malini menemukan jalan baru yang memberinya harapan.
Cahaya Baru: Tawaran Pendidikan
Harapan itu datang dari sosok Kepala Desa Karangsuwung yang mendengar kisah Malini. Setelah mengetahui bahwa warganya adalah juara dunia karate, sang kepala desa menawarkan sesuatu yang tak terduga: kesempatan kuliah gratis.
“Tiba-tiba saya ditawari untuk kuliah oleh kepala desa. Tawaran itu saya terima, dan sekarang saya sudah terdaftar di salah satu universitas di Cirebon. Insya Allah, saya mulai kuliah akhir Oktober nanti,” ucapnya penuh syukur.
Bagi Malini, kehidupan terus berjalan meskipun banyak tantangan yang harus dihadapi. Perjalanan hidupnya membuktikan bahwa mimpi bisa datang dalam berbagai bentuk, dan kemenangan bukan hanya soal medali emas, tetapi juga kemampuan untuk terus melangkah meski dihadang oleh tembok tinggi.
Kini, dengan semangat yang tak pernah surut, Malini bersiap untuk menjalani babak baru sebagai mahasiswa, sambil terus menginspirasi generasi muda lewat dunia karate.