Pencegahan Perkawinan Anak Membutuhkan Peran Semua Pihak

Iklan bawah post

CIREBON – Pj Sekda Kota Cirebon, M Arif Kurniawan ST menghadiri diskusi dan rapat koordinasi pengawasan pencegahan perkawinan anak di Kantor Pengadilan Agama Kota Cirebon, Kamis (1/8/2024).

Dalam kegiatan tersebut, Pj Sekda menyampaikan terima kasih kepada Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) yang telah hadir di Kota Cirebon untuk melakukan pengawasan pencegahan perkawinan usia anak di Kota Cirebon.

“Tentu saja, kegiatan berupa pemerolehan data dan informasi terkait implementasi dispensasi kawin usia anak ini menjadi sesuatu yang krusial dalam rangka hubungannya dengan pelaksanaan strategi nasional pencegahan perkawinan anak,” katanya.

Pihaknya berharap kepada para pihak yang menjadi responden pada kegiatan kali ini terlibat secara aktif dalam pertemuan tersebut sekaligus secara objektif mengisi instrumen yang telah disiapkan.

“Kami berkeyakinan bahwa perkawinan anak memiliki potensi untuk merampas hak-hak anak saat usianya masih sangat belia, seperti hak untuk memperoleh pendidikan yang layak, perlindungan, bermain, dan hak anak lainnya,” ujarnya.

Menilik data perkawinan anak dari Survei Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS) BPS, tercatat angka perkawinan anak di Indonesia terbilang cukup tinggi yaitu mencapai 1,2 juta kejadian.

Dari jumlah tersebut proporsi perempuan umur 20-24 tahun yang berstatus kawin sebelum umur 18 tahun adalah 11,21% dari total jumlah anak.

Artinya, sekitar 1 dari 9 perempuan usia 20-24 tahun menikah saat usia anak. Jumlah ini berbanding kontras dengan laki-laki dimana 1 dari 100 laki-laki berumur 20 – 24 tahun menikah saat usia anak.

“Oleh sebab itu, kami tentu saja ingin terus terlibat aktif dalam setiap upaya untuk mencegah perkawinan anak melalui berbagai kegiatan sosialisasi dan edukasi kepada masyarakat,” paparnya.

Pihaknya juga melihat bahwa pencegahan perkawinan anak perlu percepatan yang optimal dan konvergen antar berbagai pihak, tidak hanya pemerintah, karena hal itu dapat menjadi sebab sekaligus akibat terhadap kemiskinan ekstrem, stunting, dan pendidikan.

Untuk itu, Pemerintah Kota Cirebon berharap pertemuan ini juga dapat memperkaya referensi program dan kegiatan dalam rangka pencegahan perkawinan anak.

“Kami juga berharap hasil dari pengumpulan data ini dapat membuat kami memiliki pemetaan yang objektif terkait klaster pemenuhan hak anak sebagai salah satu bentuk pemantauan dan evaluasi dasar untuk memastikan pemberian layanan yang bermutu dalam rangka mencegah perkawinan usia anak.,” ungkapnya.

Sementara itu, Komisioner Komnas Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), Ai Rahmayanti meminta siapapun yang melihat perkawinan anak diharapkan bisa bergerak, dan segera melaporkannya.

“Pencegahan perkawinan anak tidak hanya tanggungjawab orang tua, tapi membutuhkan kerja bersama dari seluruh elemen masyarakat, khususnya di Kota Cirebon,” jelasnya.

Ai menjelaskan, perkawinan anak tidak hanya melanggar hak anak, bahkan terdapat delik pidananya. Seperti yang tercantum dalam Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS), yang baru disahkan pada tahun 2022.

“Pasal 10 UU TPKS Nomor 12 Tahun 2022 mengatur bahwa perkawinan anak termasuk ke dalam pemaksaan perkawinan, dengan ancaman pidana penjara paling lama 9 tahun,” pungkasnya. (Bagian Protokol dan Komunikasi Pimpinan Setda Kota Cirebon)

Iklan dalam post

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *