“Ini bukan sekadar soal jam sekolah, tapi soal proses lahirnya kebijakan yang tidak partisipatif. Suara orang tua, siswa, bahkan pesantren sama sekali tidak didengar,” tambah Kiai Yazid.
Benturan paling besar terjadi antara jadwal sekolah formal dan madrasah diniyah. Dengan jam pulang sekolah pukul 14.00, ribuan siswa terancam kehilangan kesempatan belajar agama karena waktunya bertabrakan dengan jam madrasah diniyah yang dimulai pukul 13.00.
“Kalau pendidikan diniyah tergerus, yang hilang bukan hanya pelajaran agama, tetapi juga fondasi moral bangsa,” ujar Kiai Yazid.
Selain jam masuk sekolah, forum juga menolak kebijakan kelas berisi 50 siswa. Aturan ini dianggap melanggar Permendikbudristek No. 47/2023 yang membatasi maksimal 36 siswa per kelas.
“Mutu pendidikan tidak mungkin tercapai kalau satu kelas dijejali puluhan siswa. Ini kemunduran, bukan kemajuan,” tandasnya.
Pengasuh Pesantren KHAS Kempek sekaligus Syuriah PBNU, KH. Muh. Musthofa Aqiel Siroj, menegaskan bahwa NU bersama pesantren se-Jawa Barat siap mengawal agar Pergub tersebut direvisi.