Hamzaiya menjelaskan bahwa tindakan tersebut berpotensi melanggar hukum. Berdasarkan Pasal 1320 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata), setiap perjanjian sewa harus dijalankan dengan itikad baik dan sesuai tujuan yang disepakati. Penggunaan tanah untuk menutup akses warga atau calon penghuni jelas bertentangan dengan prinsip tersebut.
Selain itu, Pasal 1338 KUHPerdata menyebutkan bahwa perjanjian yang sah berlaku sebagai undang-undang bagi pihak yang membuatnya. “Jika tujuan sewa dilanggar, maka pihak penyewa dan pengawasnya, yaitu PT KAI, bertanggung jawab,” ujarnya.
Sebagai Badan Usaha Milik Negara (BUMN), PT KAI, lanjutnya, harus memastikan bahwa aset yang disewakan tidak disalahgunakan dan tidak merugikan masyarakat.
“Kalau BUMN besar seperti PT KAI membiarkan penyalahgunaan tanah ini, maka perusahaan tersebut justru menjadi penghambat investasi, bukan fasilitator pembangunan. Hal ini mencederai kepastian hukum dan kepercayaan investor,” tandasnya.
Hamzaiya menambahkan, dampak dari persoalan ini cukup serius. Jika dibiarkan, investor akan ragu menanamkan modalnya di Cirebon Timur karena melihat adanya ketidakpastian hukum dalam pengelolaan aset negara.