Bagaimana rincian anggaran program ini? Siapa saja yang terlibat dalam pengelolaan program? Bagaimana mekanisme pembagian hasil panen? Pertanyaan-pertanyaan ini belum terjawab, menambah kecurigaan warga terhadap Pemdes.
“Musyawarah desa, sebagai forum tertinggi pengambilan keputusan di desa, seharusnya menjadi wadah bagi warga untuk menyampaikan aspirasi dan memberikan masukan terkait program-program pembangunan desa. Namun, dalam kasus budidaya melon ini, musyawarah desa seolah diabaikan,“ ujarnya.
Bo’im pun membeberkan, dalam persoalan musyawarah khusus ketahanan pangan jauh dari prinsip musyawarah, usulan dan saran warga diabaikan.
Musyawarah hanya sebagai pengesahan atas keputusan pemdes terkait alokasi dana desa ketahanan pangan yaitu budidaya melon. Akibatnya, muncul kekecewaan dan ketidak percayaan di kalangan masyarakat.
“Kondisi semakin diperparah dengan fakta bahwa lahan sudah terlanjur digarap, musyawarah desa baru dilaksanakan. Musyawarah khusus ketahanan pangan baru dilaksanakan tanggal 9 April 2025, akan tetapi lahan sudah digarap dan sudah dipasang mulsa dan siap ditanam melon,” bebernya.