CIREBON – Perkembangan teknologi informasi tidak selalu membawa dampak positif. Di lain sisi, tren digitalisasi juga menghadirkan dampak yang buruk dan merugikan. Salah satunya adalah maraknya korban yang terjerat investasi bodong dan pinjol ilegal.
Ketua Pimpinan Cabang (PC) Fatayat NU Kabupaten Cirebon, Roziqoh Sukardi, saat membuka Seminar Ekonomi: Waspada Investasi Bodong, Pinjol, dan Sosialisasi Peluang Kredit Usaha Rakyat (KUR), di Aula Al-Ghadier, Pondok Pesantren KHAS Kempek Cirebon. Pihaknya mengingatkan masyarakat agar jangan sampai tergiur dan terjebak dengan pinjaman online (Pinjol) ilegal dan investasi bodong.
“Oleh karena itu, seminar ini diadakan agar masyarakat, terutama ibu-ibu mendapatkan literasi keuangan yang baik. Kita jangan sampai terjebak pinjol ilegal atau investasi bodong,” katanya.
Maraknya masyarakat yang terjerat pinjol ilegal saat ini, kata dia, karena tergoda oleh tawaran pinjaman yang sangat menggiurkan. Bahkan, kata dia, tawaran itu bisa sampai sebesar Rp50 juta. Dan syaratnya, hanya butuh nomor ponsel.
Pinjaman tersebut, menurutnya, akan membawa banyak kerugian di kemudian hari. Dari mulai bunga yang membengkak, hingga sistem penagihan yang tidak manusiawi.
“Makanya, jangan sampai tergiur pinjaman yang terkesan mudah, tetapi tidak legal,” katanya.
Salah satu penyebab banyaknya masyarakat yang terjebak pinjol ilegal adalah susahnya akses pinjaman yang disediakan perbankan. Seperti yang diungkapkan Ketua PCNU Kabupaten Cirebon, KH Aziz Hakim Syaerozie.
“Banyak juga masyarakat yang melapor bahwa mereka ditolak saat mencoba mengakses KUR. Lalu, mereka kembali ke pinjol ilegal atau rentenir yang aksesnya dinilai lebih mudah meskipun dengan bunga yang begitu besar,” kata Kiai Aziz.
Oleh karena itu, Kiai Aziz meminta agar pihak bank memberikan kemudahan akses permodalan bagi para ibu yang ingin mengembangkan usahanya.
“Kami ingin agar pihak perbankan dalam mengucurkan KUR bisa lebih dipermudah,” katanya.
Sementara itu, Ketua Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Cirebon, Fredly Nasution menyebutkan sejumlah cara untuk membedakan aplikasi pinjol yang terdaftar dan ilegal.
“Pertama, cek di wesbsite OJK. Saat ini ada 101 aplikasi yang terdaftar sebagai pinjol legal dan resmi. Kalau tidak ada dalam daftar, berarti ilegal,” katanya.
Kedua, lanjut Fredly, perhatikan permintaan akses ponsel saat mengajukan pinjaman. Aplikasi yang meminta akses peminjam hingga ke daftar kontak dan galeri bisa dipastikan ilegal.
“Kalau yang resmi, itu hanya meminta akses dengan istilah camilan, yakni camera, lokasi, dan mikrofon,” ungkap dia.
Ketiga, kata dia, bunga yang besar dan di luar nalar. Sebab, menurutnya, banyak pinjol yang menawarkan pinjaman dengan mudah, tetapi bunganya bisa dua kali lipat dalam tempo 10 hari. Kadi, kata dia, perlu hati-hati.
Untuk meminimalisir masyarakat terjerat Pinjol, Perwakilan dari Bank Rakyat Indonesia (BRI) Cirebon, Surahman Firdaus menyampaikan, pihaknya menyediakan akses permodalan dalam bentuk KUR yang terdiri dari beberapa kategori.
“Pertama, KUR supermikro, maksimal pengajuan Rp10 juta yang diproses di BRI Unit. Kedua, lanjut dia, KUR Mikro untuk pinjaman di atas Rp10 juta hingga Rp100 juta. Ketiga, KUR kecil. Kalau yang ini bisa diproses di KCP. Program ini untuk pinjaman di atas Rp100 juta hingga Rp500 juta,” katanya.
Seminar tersebut, menurut Ketua Pelaksana, Najhah Barnamij, telah dihadiri oleh 300 kader Fatayat sekaligus pelaku UMKM di Kabupaten Cirebon.
“Kami awalnya hanya mengundang 200 peserta, tetapi karena antusias mereka, akhirnya bertambah 100 orang menjadi 300 peserta. Rata-rata peserta para ibu yang menjadi pembantu keuangan dan ekonomi keluarga,” katanya. (kim)