Menurutnya, komoditi yang ditransaksikan, dalam hal itu bersifat mua’yyan (ditentukan). Misalnya ia sudah wujud saat terjadi transaksi, maka diperbolehkan dengan pola akad ba’i bittaqsith (pembelian dengan pembayaran diangsur).
“Atau ijarah muntahiyah bittamlik (akad sewa yang berakhir dengan pemberian hak milik) yang diperbolehkan menurut sebagian ulama muta’akhhirin,” katanya.
Ketiga, kata dia, pinjol konvensional dengan system pembiayaan berbasis teknologi dengan memposisikan uang sebagai komoditi, maka tidak diperbolehkan karena termasuk akad utang yang mengandung riba atau qardl bisyarthi jarri naf’in lil muqridl.
“Pinjol yang dilakukan secara ilegal, hukumnya haram secara mutlak karena melanggar aturan pemerintah dan banyak merugikan konsumen,” tegasnya.
Pertanyaan kedua, kata dia, apa alternatif yang tepat untuk memenuhi kebutuhan masyarakat terhadap pinjol.
“Jawabannya beberapa alternatif untuk memenuhi kebutuhan masyarakat antara lain, pertama mendorong masyarakat agar memaksimalkan pinjol yang sesuai aturan syariat,” katanya.