CIREBON – Bahtsul Masail Kubro (BMK) se-Jawa dan Madura, telah digelar di Pondok Pesantren (Ponpes) Al-Kautsar Kabupaten Kuningan, selama dua hari, Rabu-Kamis (2-3/10/2024).
Kegiatan yang merupakan bagian dari rangkaian acara Maulid Nabi dan Haul KH. M. Nashihin Amin Ke-5 Ponpes Al Kautsar Kabupaten Kuningan ini, bekerja sama dengan Lembaga Bahtsul Masail (LBM) PWNU Jawa Barat (Jabar).
Para peserta dari berbagai pondok pesantren yang ada di Jawa dan Madura tersebut, telah mengkaji banyak persoalan yang muncul di masyarakat, yang dibahas berdasarkan pandangan hukum fikih.
Mulai soal third party liability (TPL), hingga soal sumpah pocong dengan tema bahasan “Maraknya Main Hakim Sendiri Sumpah Pocong Jadi Solusi”. Adapun PTL sendiri berupa asuransi yang menanggung risiko atas tuntutan ganti rugi dari pihak ketiga, rencana pemerintah yang kabarnya bakal ditetapkan pada 2025 itu mewajibkan seluruh kendaraan bermotor, seperti motor dan mobil, untuk didaftarkan asuransi TPL.
Pengasuh Ponpes Al-Kautsar Cilimus, Kabupaten Kuningan, Kiai Ahmad Fauzan yang menyampaikan hasil BMK tersebut menyebutkan, dalam kegiatan tersebut, peserta dibagi menjadi dua komisi. Yakni Komisi A dan B dengan tema pembahasan yang berbeda-beda.
Untuk Komisi A, para peserta telah berhasil membahas tiga tema, yakni soal TPL atau dengan tema “Demi Pengemudi atau Industri Asuransi. Kedua tema “Ebook Ilegal Bikin Sebal”. Ketiga tema soal “Dresscode kemerdekaan apa costum santa”.
“Sedangkan Komisi B telah berhasil membahas dan mengkaji empat tema. Yang hasilnya sudah lengkap dengan referensi-referensi kitabnya ada dan sudah disahkan oleh para mushohih,” katanya.
Adapun yang telah dibahas oleh Komisi B yakni, Pertama soal “Maraknya Main Hakim Sendiri Sumpah Pocong Jadi Solusi” yang diusulkan Ponpes Al-Kautsar Cilimus Kuningan. Kedua tema soal “Pro kontra Indigo” yang diajukan PP. Syaichona Kholil Bangkalan. Ketiga soal “Proses Kremasi Jenazah Yitta Dali Wassink“ yang diusulkan Ponpes Darissulaimaniyyah Trenggalek.
“Keempat soal ‘Joki Tugas Online’ yang diajukan oleh Ponpes Al-Kautsar Cilimus Kuningan,” ungkapnya.
Sementara itu, Tim Ahli LBM PWNU Jabar, KH. Ahmad Mutohar yang menjelaskan hasil BMK dari Komisi B menyampaikan, soal tema “Maraknya Main Hakim Sendiri Sumpah Pocong Jadi Solusi” menjelaskan deskripsi masalahnya. Yakni, kata dia, sumpah pocong dianggap sakral dan jadi alternatif untuk membuktikan atau meyakinkan keterlibatan, atau ketidakterlibatan, seseorang dalam suatu kasus.
Sumpah ini diyakini mengandung kutukan apabila ternyata ikrar yang diucapkan tak sejalan dengan sumpahnya tersebut. Tak hanya di dunia, efek sumpah pocong bahkan dipercaya hingga ke akhirat.
“Maka, dari deskripsi tersebut, pertanyaan yang dikaji apakah praktik sumpah pocong dibenarkan ajaran syari’at islam?” katanya.
Adapun jawabannya, lanjut dia, prosesi sumpah sebagaimana dijelaskan dalam deskripsi, dapat dianggap sah dan dibenarkan dalam batas-batas tertentu. Adapun berbagai variasi tambahan yang menyertai ritual sumpah “pocong” dapat dikategorikan sebagai bentuk pemberatan (taglidz) terhadap prosesi sumpah itu sendiri.
Meskipun demikian, lanjut dia, perlu ditekankan bahwa, pelaksanaan shalat mayit sebagai bagian dari rangkaian sumpah pocong harus dilakukan tanpa disertai niat shalat jenazah (bukan dalam kerangka shalat mayit secara syar’i).
Selanjutnya, sumpah pocong harus dilakukan oleh dua pihak baik tertuduh atau penuduh. “Kemudian, setiap kejadian yang dinilai buruk, yang menimpa pelaku sumpah pocong harus diyakini sebagai taqdir Allah swt. dan bukan efek dari praktik taglidz dalam prosesi sumpah pocong. Dan tidak ada unsur tabdzir,” katanya.