Ibu Wartem diungsikan ke tempat yang lebih aman, yaitu ke rumah saudaranya. Namun, korban masih trauma berat akibat kejadian tersebut dan belum berani kembali ke lokasi rumahnya.
“Kami memprioritaskan keselamatan korban, meskipun status tanah rumah tersebut belum jelas kepemilikannya,” lanjutnya.
Masalah utama yang dihadapi dalam proses pemulihan ini adalah status tanah tempat rumah Ibu Wartem berdiri. Berdasarkan klarifikasi, tanah tersebut bukan milik pribadi Ibu Wartem, melainkan milik seseorang bernama Pandi. Hal ini sempat menjadi perdebatan di kalangan tim Destana dan pemerintah desa karena berkaitan dengan pengajuan bantuan resmi seperti Rutilahu (Rumah Tidak Layak Huni) atau bantuan dari Badan Amil Zakat Nasional (Baznas).
“Ketika ditanya siapa pemilik tanah, kami belum bisa memberikan jawaban pasti. Baru setelah dilakukan pertemuan dan klarifikasi, diketahui bahwa tanah itu milik Pak Pandi. Karena itu, bantuan seperti Rutilahu sulit diajukan jika status tanah tidak jelas,” jelas Syaikhu.